Header Ads

Dibanding Bahan Bakar Fosil, Biofuel Jauh Mengancam Alam

Biofuel. Foto: ©Reuters
RUMAH ADAT - Menurut Peneliti dari University of California, mengatakan bahwa biofuel berpotensi menyebabkan lebih banyak kerusakan lingkungan daripada yang diakibatkan bahan bakar fosil.

Seperti dilansir Softpedia (14/11), dalam sebuah makalah baru dalam jurnal Environmental Research Letters, menurut penyelidikan para ilmuwan dari universitas tersebut produksi biofuel secara masal akan membuat laju deforestasi akan melaju tak terkendali untuk menyediakan bahan mentah industri biofuel.

Lebih tepatnya, mereka berpendapat bahwa, biofuel dapat membuat jutaan hektar hutan di Brasil lebih cepat gundul dan berubah menjadi perkebunan kelapa sawit yang ditujukan baik untuk makanan atau untuk biofuel.

Selain itu, akibat lain dari hilangnya hutan yang menjadi paru-paru dunia ini akan membuat emisi karbon dioksida dilepas ke udara tanpa diserap pepohonan dan menyebabkan manusia dan alam akan lebih menderita oleh pemanasan global.

Untuk menyelidiki bagaimana deforestasi yang disebabkan penggunaan biofuel secara masal akan mempengaruhi lingkungan, para peneliti telah membuat skenario mengenai potensi perkembangan di wilayah hutan hujan Brasil. Para ilmuwan memutuskan bahwa investigasi mereka harus fokus pada Brasil karena fakta bahwa, selama beberapa tahun terakhir , negara ini telah mengambil minat dalam memproduksi bahan bakar biodiesel.

Skenario ini dibuat sebagai bagian dari studi yang mengonversi sekitar 22,5 juta hektar lahan menjadi perkebunan kelapa sawit untuk menghasilkan 29 miliar galon biodiesel.

Para peneliti juga mengkalkulasi berapa banyak tanah yang berubah fungsi menjadi perkebunan kelapa sawit dari hutan hujan yang dibersihkan secara khusus untuk tujuan tersebut.

Dari skenario tersebut, diketahui jika orang-orang di industri kelapa sawit memilih untuk membuka hutan untuk mendirikan perkebunan baru, maka jumlah total emisi karbon terkait dengan proses pengolahan biodiesel mulai dari produksi hingga hasil akhir akan sama dengan yang dihasilkan bahan bakar fosil, bahkan mungkin melampaui emisi bahan bakar fosil.

"Jika pemerintah Brasil tetap melanjutkan kebijakan yang mendorong konversi lahan sensitif seperti hutan mereka, maka mereka juga harus mempertimbangkan konsekuensi terkait kebijakan mengurangi kerusakan permanen pada lingkungan," kata Dr Sonia Yeh, penulis dari proyek penelitian ini.